Sekolah Inklusi Bukan Tempat Anak Bodoh

 Sekolah Inklusi Bukan Tempat Anak Bodoh

Dokumentasi Siswa Sekolah Inklusi. (TMC/Ismini).

Penulis : Ismini, Guru Pembimbing Khusus SMP Muhammadiyah 2 Ponorogo

Banyak orang masih keliru memahami makna pendidikan inklusi. Tak jarang, sekolah inklusi disamakan dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Padahal, keduanya sangat berbeda. SLB diperuntukkan bagi anak-anak dengan IQ di bawah rata-rata, sementara sekolah inklusi adalah wadah yang memadukan anak reguler dengan anak berkebutuhan khusus agar mereka dapat belajar, tumbuh, dan bersosialisasi bersama.

Mengajar di sekolah inklusi bukan pekerjaan ringan. Guru tidak hanya dituntut menguasai materi, tetapi juga memahami cara mendampingi setiap anak sesuai dengan kebutuhannya. Dalam satu kelas, bisa jadi ada siswa reguler, slow learner, hingga anak dengan spektrum autisme. Itu artinya, seorang guru harus menyiapkan strategi pembelajaran yang fleksibel, bahkan membuat lebih dari satu jenis soal untuk menyesuaikan tingkat capaian belajar setiap anak. Beban kerjanya tentu lebih besar dibandingkan guru di sekolah reguler, tetapi justru di situlah letak pengabdian yang sesungguhnya.

Sayangnya, masih ada anggapan keliru bahwa sekolah inklusi hanyalah tempat “anak-anak bodoh” atau tempat guru yang “tidak harus pintar”. Pandangan seperti ini jelas menyesatkan. Sekolah inklusi justru menjadi ruang paling ideal untuk menumbuhkan karakter. Anak reguler yang bersekolah di lingkungan inklusi akan belajar lebih banyak tentang empati, kepedulian, dan kepekaan sosial. Mereka menyadari bahwa setiap orang punya kelebihan dan kekurangan, dan semua berhak diperlakukan sama.

Inilah keuntungan nyata dari pendidikan inklusi, anak-anak reguler tidak hanya berkembang secara akademik, tetapi juga tumbuh dengan karakter yang lebih matang. Mereka belajar sejak dini bahwa masyarakat terdiri dari beragam individu dengan keunikan masing-masing. Kelak, ketika terjun ke dunia nyata, mereka tidak akan kaget menghadapi perbedaan, karena sejak sekolah sudah terbiasa hidup berdampingan.

Orang tua justru patut berbangga bila anak reguler mereka bersekolah di sekolah inklusi. Sebab, di sana mereka tidak hanya belajar “angka dan huruf”, melainkan belajar menjadi manusia seutuhnya yakni manusia yang peduli, menghargai, dan mampu memahami orang lain.

Pendidikan inklusi bukanlah pendidikan kelas dua, namun pendidikan masa depan, yang membentuk generasi cerdas sekaligus berkarakter.

Related post