Artikel

Tiga Teologi Kekuatan Muhammadiyah

(Oleh: Suyoto, Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Ponorogo Kota)

Muhammadiyah sebagai gerakan Islam pembaharuan, memiliki landasan teologis yang kuat dan transformatif. Landasan ini tidak hanya berkutat pada ritual ibadah, tetapi juga membentuk etos kerja dan cara pandang yang dinamis terhadap persoalan umat.

Tiga teologi kekuatan yang menjadi pilar gerakan ini bersumber langsung dari Al-Qur’an, yaitu Surah Al-Ma’un, Surah Al-Insyirah, dan Surah Al-‘Asr. Ketiganya menjadi fondasi bagi Muhammadiyah untuk terus bergerak maju dan memberikan kemaslahatan bagi masyarakat.

Teologi pertama adalah Teologi Al-Ma’un.

Al Ma’un yang dikenal sebagai teologi pembebasan. Surah ini menegaskan pentingnya kepedulian sosial terhadap kaum duafa dan anak yatim. Lebih dari sekadar ajaran moral, Muhammadiyah menerjemahkan surah ini menjadi tindakan nyata, mengubah ajaran welas asih menjadi gerakan filantropi berbasis kemajuan. Dengan mendirikan panti asuhan, rumah sakit, dan sekolah, Muhammadiyah tidak hanya memberikan bantuan sesaat, melainkan juga mengangkat harkat martabat kaum duafa, memberi mereka harapan, dan membuka jalan menuju kehidupan yang lebih baik.

Teologi Kedua Al-Insyirah

Al Insyirah mengajarkan optimisme dan ketangguhan. Ayat “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” menjadi pegangan bagi setiap kader Muhammadiyah dalam menghadapi tantangan. Teologi ini mendorong etos kerja keras dan tuntas, di mana setiap pekerjaan harus diselesaikan dengan bersegera dan penuh dedikasi. Hal ini terwujud dalam berbagai amal usaha Muhammadiyah, yang dibangun dengan semangat pantang menyerah, meyakini bahwa di balik setiap masalah pasti ada solusi, asalkan kita mau berusaha dan tidak menyerah.

Teologi ketiga adalah Teologi Al-‘Asr.

Surat Al-‘Asr yang menekankan pentingnya disiplin waktu dan solidaritas. Surat ini mengingatkan manusia akan kerugian jika tidak memanfaatkan waktu dengan baik.

Muhammadiyah mengamalkan teologi ini dengan menjunjung tinggi profesionalisme dan ketepatan waktu dalam setiap kegiatannya. Selain itu, surah ini juga mengajarkan untuk saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran, menciptakan iklim saling dukung dan mendoakan dalam kebaikan. Ini adalah fondasi dari budaya gotong royong dan sinergi yang kuat di dalam tubuh Muhammadiyah.

Ketiga teologi ini saling melengkapi, membentuk karakter Muhammadiyah sebagai gerakan yang berorientasi pada aksi nyata, optimis, dan terorganisir.

Teologi Al-Ma’un menyediakan landasan kepedulian sosial, Teologi Al-Insyirah membekali dengan semangat kerja keras, dan Teologi Al-‘Asr memperkuat dengan disiplin dan solidaritas. Dengan memegang teguh tiga pilar ini, Muhammadiyah mampu menjadi gerakan yang tidak hanya berbicara, tetapi juga bertindak, memberikan kontribusi nyata dalam membangun peradaban yang berkemajuan.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa teologi kekuatan Muhammadiyah bukanlah sekadar wacana teoretis, melainkan prinsip-prinsip yang telah diaktualisasikan dalam berbagai amal usaha dan kegiatan sosial. Semangat welas asih, etos kerja pantang menyerah, dan disiplin waktu yang diajarkan oleh ketiga surah tersebut telah menjadi ruh yang menggerakkan Muhammadiyah selama lebih dari satu abad. Ini adalah warisan berharga yang terus relevan, membuktikan bahwa Islam adalah agama yang mendorong umatnya untuk terus maju, berjuang, dan memberikan manfaat bagi seluruh alam.

 

Penulis: Kang Nano

Ismini TMC

Team Media Center Muhammadiyah Ponorogo

Related Articles

Back to top button