Terungkap Filosofi Prosesi Sebelas Gunungan di Pembukaan Musyda Ponorogo
Pembukaan Musyawarah Daerah (Musyda) Ke-11 Muhammadiyah dan Aisyiah Ponorogo yang digelar hqri ini, Sabtu (25/2/23) dihadiri ribuan penggembira dari berbagai unsur diantaranya Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM), Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM), Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) juga Bupati Ponorogo H Sugiri Sancoko SE MM, Wakil Bupati Hj Lisdyarita SH serta ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ponorogo, Sunarto S Pd.
Sebelas Gunungan menjadi simbol bahwa Musyda telah dibuka. Ki Purbo Sasongko salah salah satu dalang dari kader Muhammadiyah yang juga menjadi pembawa acara pada pembukaan Musyda kali ini mejelaskan simbol gunungan wayang melambangkan gunungan memiliki 4 unsur kehidupan yang pertama bumi, banyu, geni dan angin.
Gunungan pada wayang kulit berbentuk kerucut, lancip ke atas yang melambangkan kehidupan manusia.
Semakin tinggi ilmu dan semakin tua usia, manusia harus semakin mengerucut atau golong gilig, manunggaling jiwa, rasa, cipta, karsa dan karya dalam kehidupan.
“Pohon besar atau kayon pada gunungan menjadi lambang muhammadiyah berhasrat untuk membumikan Islam berkemajuan,” ujarnya.
Gapura dan dua penjaga pada Gunungan Wayang Kulit bernama Cingkoro Bolo dan Bolo Upoto yang melambangkan hati manusia yang baik dan buruk. Tameng dan godho yang dipegang oleh raksasa tersebut diterjemahkan sebagai penjaga alam dan terang.
Pohon besar yang tumbuh menjalar ke seluruh badan dan puncak gunungan melambangkan segala budidaya dan perilaku manusia harus tumbuh dan bergerak maju (dinamis) sehingga bermanfaat dan mewarnai dunia serta alam semesta.
Selain itu, pohon besar yang ada pada gunungan juga melambangkan bahwa Tuhan memberi pengayoman dan perlindungan bagi manusia yang hidup di dunia ini.
Burung melambangkan manusia harus membuat dunia dan alam semesta menjadi indah dalam spiritual dan material.
Benteng pada gunungan melambangkan manusia harus kuat, lincah, ulet, dan tangguh. Sedangkan kera melambangkan sifat manusia harus seperti hewan tersebut yang mampu memilih dan memilah baik dan buruk, manis dan pahit juga mampu memilih buah yang baik, matang dan manis. Harapannya, manusia dapat memilih perbuatan baik dan buruk.
Harimau di alam liar digambarkan sebagai raja hutan, namun pada gunungan dilambangkan manusia harus menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri atau memiliki jati diri, harus mampu bertindak bijaksana dan mampu mengendalikan nafsu serta hati nurani untuk menjadi manusia yang lebih baik, yang pada akhirnya bermanfaat bagi diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar.
Rumah Joglo atau gapuran melambangkan suatu rumah atau Negara yang didalamnya memiliki kehidupan aman, tenteram, dan bahagia.
Budaya bangsa yang sudah diakui kekayaannya oleh dunia harus dijaga, dan dimengerti, sehingga kelestariannya akan terus terjaga hingga generasi anak cucu.
Liputan : Sunarno