ArtikelOpini

Saatnya Kader Muhammadiyah Bangkit dan Menggugat

Penulis : Eksiswa

Kaderisasi bukan sekadar proses biasa. Ia adalah detak jantung pergerakan. Tanpa kaderisasi, Muhammadiyah akan menjadi tubuh besar yang kosong, megah tapi tanpa nyawa. Maka saat kita bicara tentang kader, kita sedang bicara tentang harapan terakhir perjuangan ini. Dan jika kita membiarkan kaderisasi menjadi formalitas belaka, maka sesungguhnya kita sedang menggali kubur untuk cita-cita KH Ahmad Dahlan.

Kaderisasi adalah proses menanam, merawat, dan mematangkan pejuang. Bukan penggugur absen pelatihan. Bukan pula syarat administratif agar bisa jadi kepala sekolah atau direktur AUM. Ia adalah medan tempur pembentukan ideologi dan militansi. Kader adalah mereka yang disiapkan untuk bertempur, bukan untuk sekadar hadir dan duduk manis di balik meja ber-AC.

Tapi mari jujur: banyak di antara yang kita sebut kader hari ini, sejatinya masih dalam tahap belajar. Itu bukan masalah. Yang jadi masalah adalah ketika mereka puas di tahap itu, malas belajar, enggan naik kelas, dan lebih suka zona nyaman. Kader yang tidak pernah mau naik level adalah beban pergerakan. Mereka harus dibangunkan, atau ditinggal!

Apalagi ini, banyak AUM, baik sekolah, rumah sakit, maupun kampus yang hari ini justru dipenuhi oleh orang-orang yang tidak pernah mengenal darah perjuangan Muhammadiyah. Mereka menempati posisi strategis, tapi kosong dari ideologi. Mereka menikmati fasilitas Muhammadiyah, tapi alergi dengan kajian Tarjih. Mereka bicara profesionalisme, tapi menolak militansi. Ini penghinaan! Amal Usaha Muhammadiyah bukan untuk mereka yang tak tahu terima kasih!

Harus diingat: AUM adalah milik kader Muhammadiyah, bukan milik para penumpang gelap yang hanya mengejar gaji dan jabatan. Jika AUM dikuasai oleh mereka yang tak paham Muhammadiyah, maka jangan salahkan jika ideologi kita digerus pelan-pelan. Hari ini mungkin masih ada pengajian. Tapi tunggu saja, sebentar lagi hanya tersisa seremoni dan pencitraan. Ideologi Muhammadiyah bisa punah di rumahnya sendiri!

Dan ini yang lebih menyakitkan,.banyak pekerja muda AUM yang usianya masih di bawah 40 tahun tidak mau berproses di Ortom. Mereka anti ikut IPM, IMM, Pemuda Muhammadiyah, atau Nasiatul Aisyiyah. Mereka merasa cukup menjadi pegawai. Mereka bahkan bangga karena “netral”. Tapi mari kita tegas, mereka bukan kader! Kader bukan soal umur muda. Kader adalah mereka yang mau dibakar semangat perjuangan, bukan yang takut hitam kulitnya karena terik aksi sosial.

Saatnya kita tegas. Kita harus kawal kader Muhammadiyah, yang masih belajar harus dibimbing, bukan dimanjakan. Yang malas berproses harus disadarkan, bukan dipromosikan. Dan yang menolak ideologi Muhammadiyah, tidak layak berada di posisi strategis AUM.

Ini bukan soal benci. Ini soal tanggung jawab sejarah. Muhammadiyah butuh pejuang, bukan penikmat.

Related Articles

Back to top button