MUSYDA NA = Angklung dan Momentum Rapikan Barisan Dakwah
Pimpinan Daerah Nasiyatul Aisyiyah Ponorogo gelar Musyda ke-10 pada sabtu (29/7/2023). Acara yang berlangsung di Aula Gedung RSU ‘Aisyiyah Ponorogo ini diikuti oleh seluruh peserta Musyda dari utusan PCNA se Kabupaten Ponorogo.
Ketua PDNA, Diyah Eka Sulistyorini MPd menyampaikan bahwa musyda NA diselenggarakan pada dua waktu “kami telah lakukan musyda secara hybrid pada ahad (23/7/2023) untuk lpj dan lokakarya materi dan selanjutnya kegiatan musyda offline kita selenggarakan hari ini untuk penetapan lpj dan pemilihan formatur” jelasnya.
Selanjutnya Diah Eka menambahkan bahwa NA Ponorogo harus berperan aktif dalam mengambil peran organisasi “Perempuan harus berjalan beriringan dengan perkembangan jaman, agar dapat memaksimalkan peran tersebut” imbuhnya.
Ketua PWNA Jawa Timur, Hadiyatul Hikmah MH berpesan agar menjadikan musyda ini untuk membawa kebaikan di Ponorogo “Musyda NA ini agar benar-benar menjadi momentum untuk merapikan barisan dakwah dan menyusun bangunan organisasi yang kokoh, serta membuat program kerja yang dapat membawa kebaikan dan sumbangsih pada Kader NA dan juga masyarakat ponorogo” Tegasnya.
Sementara itu Titi Listyorini SH Ketua PDA Ponorogo juga berharap kaderisasi NA tidak terputus “Kami berharap NA akan terus mencari kader kader baru lewat jalur amal usaha muhammadiyah dan aisyiyah yang ada di ponorogo ini, selain itu semoga NA juga semakin membangun jejaring lebih luas dengan pemerintah dll”ungkapnya.
Prinsip Islam Berkemajuan Muhammadiyah menjadi Amanat dari Wakil Ketua PDM Ponorogo Drs Imam Mujahid MA “Sebagai bagian dari Ortom Muhammadiyah, NA harus memiliki prinsip pergerakan Islam berkemajuan diantaranya yaitu Tegak akidahnya, Mempelajari Alquran dan Sunnah secara mendalam, Amal Soleh Fungsional dan Solutif, berorientasi kedepan dan kekinian, moderasi dan toleransi beragama” Pesanya.
Angklung Sebagai Simbol Persatuan
Angklung merupakan alat musk tradisional di Indonesia yang terbuat dari bambu dan banyak dijumpai diberbagai daerah salah satunya yaitu di Ponorogo sebagai salah satu alat instrumen musik pengiring kesenian tari Reyog.
Angklung yang berasal dari kata “angka” yang berarti nada dan “lung” yang berarti pecah. Sehingga angklung diartikan sebagai nada yang pecah atau tidak lengkap. Ketidaksempurnaan dalam angklung justru menghasilkan nada indah saat disatukan dan bisa saling melengkapi.
Filosofi inilah yang kemudian digunakan NA Ponorogo sebagai simbol dalam pembukaan Musyda ke 10. Alunan suara indah yang dihasilkan angklung menggambarkan bahwa kader-kader Nasyiah Ponorogo yang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Perbedaan tersebut dapat dipadukan dalam satu nada, satu suara yaitu Nasyiatul Aisyiyah Ponorogo, sehingga akan menjadi harmoni yang indah untuk merapikan barisan dakwah serta menyusun bangunan organisasi yang kokoh untuk kemajuan masyarakat ponorogo, #IslamBerkemajuan #PonorogoHebat
/Devid Erwahyudin