H. SUGIARTO Perintis IPM Ponorogo
H. Sugiarto merupakan salah seorang perintis berdirinya Ikatan Pelajar Muhammadiyah Ponorogo, Mbah H. Gandung sapaan akrabnya, ia lahir pada tanggal 17 September 1946 di Ponorogo. Ia lahir dari rahim keluarga Muhammadiyah, Ayahnya adalah H. Ahmad Tjakraprawira dan Ibunya HJ. Siti Wuryan yang merupakan aktivis Muhammadiyah Bunderan atau Komplek Pengrajin Batik yang sejak dahulu daerah itu terkenal dengan berdirinya Muhammadiyah generasi Awal di Ponorogo.
Sugiarto kecil oleh kedua orangtuanya di Sekolahkan di Muhammadiyah tepatnya di SD Muhammadiyah dan SMP 1 Muhammadiyah Ponorogo, akan tetapi masa SMA Ia melanjutkan di SMA 1 Ponorogo karena saat itu belum berdiri SMA Muhammadiyah.Semasa usia sekolah ia senang diberbagai kegiatan sekolah maka tidak heran ia familiar dengan guru-guru karena keaktifan semasa sekolah.
Pada saat di SMP, Gandung sering berinteraksi dengan tiga serangkai aktivis Muhammadiyah yaitu Bapak M.A Hardono, Bapak Sinduro dan Bapak Bintoro. Ketiga tokoh tersebut memprakarsai berdirinya Ikatan Pelajar Muhammadiyah Ponorogo. Berdasarkan sentuhan dan arahan dari beliau, Gandung mendapatkan arahan agar mendirikan IPM di Ponorogo. Gandung suatu ketika diundang oleh Bapak M.A Hardono untuk datang ke rumah beliau guna mendiskusikan rencana tersebut. Ia bersama sahabat karibnya yang bernama Mariyono memenuhi Undangan tersebut silaturohim ke rumah Bapak Hardono. Dalam pertemuan di rumah bapak Hardono, beliau berpesan untuk mendirikan IPM agar segera direalisasikan. Pesannya adalah IPM harus segera terbentuk, eman-eman Muhammadiyah Pelajarnya harus dihimpun. Gandung saat itu bertanya pada bapak Hardono tentang bagaimana caranya, siapa saja pengurusnya dari diskusi dengan Bapak Hardono muncul pendirian Cabang IPM Ponorogo dan Pengurusnya adalah Putra-Putra Bapak-Bapak Muhammadiyah, dari diskusi itu kemudian muncul ide-ide personil IPM diantaranya Syamsu Hudaya Putra dari Bapak Qomar, Handoko Sudrisman adiknya Pak Bintoro, Mariyanto putra dari Pak Ismani, Djasmadi putra dari Lurah Bungkal.
Berangkat dari saran Bapak Hardono tersebut, Sugiarto melakukan musyawarah bersama teman-temanya untuk mendirikan IPM Cabang Ponorogo dengan membentuk kepengurusan dengan Ketua Pertama Mariyono, Sekertaris Handoko Sudrisman, Sugiarto sebagai Bendahara, Wakil Syamsu Hudaya, Djasmadi wakil Bendahara.
Kepengurusan tersebut kemudian dikukuhkan di Masjid Dhuwur pada tahun 1963, sebagai bekal dalam menjalankan roda organisasi maka para anggota mengikuti Training Center ke berbagai daerah ada yang di Surabaya, Solo dan Pak Gandung sendiri mengikuti Training Center di daerah tempursari Jawa tengan, kebetulan daerah itu basisnya PKI, pada saat itu terjadi keramaian yang cukup mencekam beruntung saat itu ditolong oleh ABRI sehingga anggota IPM selamat.
Para Pengurus Cabang IPM Ponorogo setelah mengikuti TC setidaknya mempunyai bekal keorganisasian, untuk mengembangkan IPM di Ponorogo dengan demikian Cabang IPM Ponorogo kemudian mengukuhkan tiga ranting IPM yaitu ranting SD Muhammadiyah, SMP Muhammadiyah dan SMA 1 Muhammadiyah. Untuk memperkuat gerakan IPM Ponorogo, Bapak Hardono mengundang PP IPM yakni Muh Mansur untuk menjadi mentor dan instruktur pengkaderan di IPM Ponorogo.
Pada masa perintisan dalam IPM butuh perjuangan yang ekstra pasalnya sebagai gerakan organisasi Pelajar yang relatif baru maka harus rela berjibaku mencari kader-kader ke Bapak-Bapak Muhammadiyah, Bahkan setiap ada Pengajian rutin IPM di Masjid Dhuwur, ia rela menjemput dan mengantar pulang kader-kader IPM dari rumahnya dengan naik sepeda onthel.
“Saya dulu ngampiri ke rumah-rumah kader IPM sampai Sarpon mengajak agar mereka ikut aktif, mamitne ke orang tuanya. Bahkan tidak jarang ketika bulan Ramadhan Jam 3 Pagi berangkat ngampiri calon-calon kader untuk mengikuti kuliah subuh di Masjid Dhuwur” Terang Bapak Tiga anak ini. Hal sama juga dilakukan oleh teman-teman Gandung lainnya, juga memiliki amanah yang sama mencari kader-kader dengan pendekatan personal.
Pada saat sudah lulus SMA , Gandung dan teman-teman seangkatan pernah mengalami titik jenuh dalam ber IPM dimana ia merasa kebingungan karena naluri ingin bekerja atau melanjutkan kuliah, masak kluntang-kluntung di organisasi saja. Saat di rumah Samsu Hudaya putra dari Pak Qomar, ia bersama temannya nyanyi lagu patah hati sampai adzan dhuhur mengema, tidak tahunya Pak Qomar datang dan mendengar karena dianggap menghiraukan panggilan adzan, tanggan Pak Qomar mendarat di pipi Gandung sambil memperoleh nasehat dari Pak Qomar.
Setelah dirasa cukup reda, Gandung menjelaskan perihal kegalauan yang ia rasakan bersama teman-temannya. “Ngeten pak Qomar niki wau lare-lare bingung, masak setelah lulus sekolah terus-terusan ngenten mawon kondisinipun, wis lulus dereng nyambut gawe, lare-lare bade medhal sangking IPM”. Ujar Gandung waktu itu
“Aja metu bareng, ya ciloko IPM nek ra enek sing nerusne, salah siji kudu enek sing ngawal”. Mendengar kegalauan itu, Pak Qomar kemudian koordinasi dengan Pak Hardono untuk memberi motivasi kepada IPM.
Saat itu Pak Hardono menelpon Pak AR Fahrudin untuk mengisi Pengajian Akbar di Gedung Bakti anak-anak IPM dilibatkan menjadi Panitia. Setelah Pengajian akbar selesai keesokan hari bada Subuh Pak AR Fahrudin mengisi sidang khususi IPM ada suatu hal yang membuat pak Gandung tersentuh hatinya.
Pak AR Fahrudin sambil memegang pundak dan kepalanya memberi nasehat kepadanya, “Niatmu melu IPM iku apa le?” Tanya Pak AR saat itu. “Ngih Mados Kanca” Jawab Gandung spontanitas.
“Ya kleru niate kudu ngibadah. Aja pamrih, Ora-ora nek kowe ngopeni Muhammadiyah kaliren, mesti gusti Allah nata kowe, kae Contone Pak Sumardja, ngopeni Muhammadiyah rejekine lancar. Aja khawatir nek ora isa mangan, iki eling-elingen amanganku ya” Kenang Pak gandung
Apa yang disampaikan Pak Ar tersebut ternyata benar-benar menjadi kenyataan, tidak berselang lama para pengurus IPM menjadi orang berhasil dan dimudahkan oleh Allah dalam mencari rezeki, Misalnya Samsu Hudaya, wakil ketua IPM Periode pertaman tersebut ketika melamar Pertamina ditanya oleh Pengurus Pertamina kamu daftar di Pertamina apa punya saudara di Pertamina? Dengan kepolosannya ia menjawab punya dengan melampirkan stempel bukti punya saudara yang bekerja sebagai pengecer minyak tanah. Peristiwa itu menjadi bahan tertawaan oleh pegawai pertamina karena kepolosannya, berkat itu ia diterima di Pertamina, kemudian Pak Handoko Sudrisman berhasil mengembangkan usahanya di Bidang Travel dan Perhotelan, bahkan beliau sejak muda dikenal sebagai “Cinanya Muhammadiyah”.
Sementara Bapak yang hobi olahraga ini merasa bersyukur diberi kecukupan dengan berusaha diberbagai hal seperti Pengelola Koperasi, Pengelola Yayasan Bakti, Pernah menjadi PNS meskipun beberapa saat karena tidak sesuai dengan hati. Gandung meski sudah tidak di IPM tetapi perhatiannya di IPM tidak pernah Pudar, ia tidak segan-segan membina IPM di tingkat Ranting, serta tetap berkhidmad di Muhammadiyah sebagai salah satu Pendiri Tapak Suci, Manajer Sepak Bola Hizbul Wathan, dan Pengurus Ranting Muhammadiyah Singosaren.
Penulis : Dr. Alif Sugianto, M. Hum
(Dosen Universitas Muhammadiyah Ponorogo)