Merawat IMM: Menjaga Rumah, Menjaga Indonesia

Penulis: Agus Supatma
Tak terasa, Jumat 14 Maret 2025 bertepatan dengan 14 Ramadan 1446 H Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) telah mencapai usia yang sangat matang. Di usianya yang telah menapaki angka 61 tahun banyak dinamika dan persoalan yang telah dilalui. Pemimpin di masing-masing level tingkatan silih berganti, pun demikian dengan sumber daya manusia yang ada di dalamnya juga silih datang dan pergi. Di setiap daerah, tiap tahun tak kurang dari 200 kader telah melewati kawah candra dimuka di IMM.
IMM tetep lah menjadi wadah bagi siapa saja yang berminat untuk masuk di dalamnya. Bukan hanya anak biologis dari orang tua Muhammadiyah, tetapi juga anak ideologis. Tapi kebanyakan berasal dari kaum abangan yang memang selama ini dari unsur eksternal lebih banyak dari pada internal.
Sejak awal berdiri sampai sekarang tujuan IMM masih tetap sama yakni, mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah. Namun demikian, persoalan eksistensi terhadap identitas IMM hingga kini terus menjadi khazanah intelektual di IMM.
Tujuan Muhammadiyah adalah untuk mewujudkan Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Tujuan ini dapat terwujud melalui salah satu Organisasi Otonom (Ortom)nya yang mempunyai cita-cita untuk mengupayakan terbentuknya akademisi Islam yg berakhlak mulia. Cita-cita yg luhur tersebut harus menjadikan kader IMM yang tidak hanya cerdas, tapi juga berakhlak.
Sehingga betul-betul bisa memaknai diri sebagai akademisi Islam. Tapi pertanyaannya, apakah kemudian semua kader tersebut bisa menjadi intelektual, tentu saja iya. Karena selama manjadi mahasiswa bisa dimaknai sebagai aktivitas intelektual. Meskipun kadarnya berbeda-beda, mereka memiliki kemauan dan kemampuan sesuai dengan bidang-bidang yang dimiliki.
Jenjang Perkaderan IMM
Kita yang pernah berproses di IMM tentu tau betul kebutuhan kader yang berbeda-beda, tapi proses yang harus di tempuh relatif sama. Misalnya ada yang hanya kenal pada saat masa Ta’aruf, Darul Arqom Dasar, Madya, hingga Paripurna. Jenjang perkaderan tersebut merupakan perkaderan formal yang harus dilalui. Di dalamnya tentu banyak materi pokok dan juga materi khusus yg berkaitan dengan pengembangan intelektual. Adapun terapan mengenai tindak lanjut pelatihan dan lain-lain bisa melalui Latihan Instruktur Dasar, Madya, dan Paripurna.
Latihan-latihan ini sangat berguna meningkatkan kapasitas diri dan juga untk membentuk instruktur yang berkualitas dan memahami idelogi IMM dan Ideologi Muhammadiyah. Belum lagi tambahan kursus singkat pemikiran semisal di forum diluar pengkaderan resmi yang jumlahnya cukup banyak. Usai lulus perkaderann formal tentu akan banyak diskusi-diskusi sepanjang malam, debat seharian, dan wahana lain untuk mengasah intelektualitas.
Memaknai Tri Kompetensi Dasar IMM
Sesuai dengan Trikoda (Tri Kompetensi Dasar) IMM yang harus terpatri dalam diri setiap kader yaitu Intelektualitas, Religiusitas, dan Humanitas. Pada aspek intelektual, dalam pandangan Amin Abdullah menyebutkan bahwa IMM harus membangun tradisi berpikir multidimensional. Tidak cukup hanya penguasaan teori Islam secara normatif, tetapi juga harus memahami ilmu-ilmu sosial, politik, dan budaya melalui filsafat dan sains secara integratif.
Islam sebagai Ilmu, bukan hanya sekedar dogma-dogma yang eksklusif. Di dalam magnum opus yang ditulis oleh Kuntowijoyo, ditegaskan bahwa umat Islam mesti bergerak melampaui pemikiran dari normatif manuju pemikiran yang membumi. Hal ini juga sesuai dengan sabda Gramsi yang menyebut bahwa sebagai kaum intelektual, seorang kader harus mampu mencetak intelektual organik, yang tidak hanya berteori ndakik-ndakik alias di menara gading—tetapi seorang intelektual yang hadir di tengah-tengah rakyat, membela kaum mustadhlaafin, dan menolak tunduk pada kekuasaan yang tiran. Demikian halnya dengan Edward Said yang menyatakan bahwa intelektual sejati harus berdiri melawan arus kuat dari kekuasaan.
Dalam tataran Religiusitas, nampaknya kita perlu bertanya pada diri sendiri, setiap hari kita mendeklarasikan diri kepada Allah Swt dengan mengatakan setiap dalam shalat kita bacaan “iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin’ yang artinya:
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami minta pertolongan” (QS. Al Fatihah: 5).
Selian itu di dalam QS. Al A’raf: 172 disebutkan bahwa, (Ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari tulang punggung anak cucu Adam, keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksiannya terhadap diri mereka sendiri (seraya berfirman),
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami melakukannya) agar pada hari Kiamat kamu (tidak) mengatakan, ‘Sesungguhnya kami lengah terhadap hal ini,”
Dua ayat di atas merupakan persaksian kita terhadap Tuhan. Kita mengakui keberadaannya secara transenden maupun imanen. tetapi banyak diantara kita telah membuat berhala-berhala baru selain Allah berupa materialisme, hedonisme, serta isme yang lain sebagai Tuhan baru mengalahkan Tuhan yang sebenarnya. Semestinya nilai religiusutas ini tidak sekedar hampa makna, melainkan religiusitas yang membumi. Sebagaimana persaksian iman kita yakni diucapkan dengan lisan dan diwujudkan dengan perbuatan.
Iman yang melahirkan kesadaran dan keberpihakan pada kaum mustadlafin dan keberanian melawan kebatilan. Hal ini juga sesuai dengan ungkapan Buya Syafii Rahimahumullah dan KH Haedar Nashir yang menyatakan keimanan sejati harus mampu menjawab persoalan kebangsaan dan kemanusiaan secara riil. IMM harus mampu membawa value Islam yang progresif dengan menentang segala bentuk diskriminasi, korupsi, dan segala bentuk penindasan.
Aspek humanitas juga mengajak kita untuk mempraktikkan apa yang telah kita ikrarkan di hadapan Tuhan. IMM merupakan kawah candradimuka untuk penempaan kemanusiaan. Tantangan hari ini yakni semakin merosotnya nilai empati sosial dan hadirnya generasi yang cenderung individualistis.
Oleh karena itu IMM harus berupaya untuk menegaskan Kembali dirinya sebagai organisasi yang memiliki orientasi pada aspek kemanusiaan. Kader IMM juga harus berani menunjukkan pembelaannya kepada kaum tertindas dan menyerukan keadilan bagi semua golongan. Kader IMM sudah semestinya mampu secara intelaktual, tetapi juga memiliki kesadaran kritis yang melahirkan perubahan pada lingkungan sekitarnya. Sebetulnya jika dibayangkan tidak sulit untuk menerapkan aspek ini, tetapi godaan materialisme dan pragmatism telah masuk ke sendi-sendi kader muda, mereka terpaksa manut selera pasar, berfikir pragmatis, dan hanya berorientasi pada aspek manfaat jangka pendek.
Lantas bagaimana menyikapi itu semua, jika semua bisa memaknai dan meresapi nilai-nilai dari Trikoda tersebut tentu kader tidak akan keluar jauh dari rel yang semestinya. Namun, Trikoda harus senantiasa dinyalakan secara terus menerus agar tidak padam. Nyala Trikoda akan terus hidup sebagaimana pelita menyinari kegelapan. Memang tugas itu jika dirasakan berat memanglah berat, tetapi tidak ada yang tidak mungkin bisa dilakukan. Selama kita masih bisa bernafas, tentu kita akan bisa mencapai itu semua.
Merawat IMM
Merawat IMM merupakan kerja besar bersama yang harus dilakukan oleh setiap generasi. IMM laksana tanaman yang harus terus disiram dan dipupuk agar terus bisa hidup dan tampak segar. Tak lapuk dimakan hujan, tak lekang dimakan panas. IMM akan terus ada sesuai zaman dan waktu masing-masing. Kerja besar yang meliputi intelektualitas, Religiusitas, dan Humanitas yang dilakukan oleh seluruh kader IMM dengan cara berpikir dan bertindak melampaui kebiasaan yang ada.
Dengan adanya ketiga tradisi tersebut harapannya kader IMM mampu untuk merawat tradisi intelektual dan melahirkan pemimpin yang memiliki visi jelas. Seiring sejalan dengan menjaga sikap religiusitas yang akan melahirkan calon pemimpin yang bermoral dan menanamkan nilai humanitas akan bisa melahirkan calon pemimpin yang memiliki jiwa kemanusiaan tinggi.
Menjaga Rumah
Sebagaimana dijelaskan di awal bahwa hampir setiap tahun IMM telah berhasil menetaskan kader ± 200 kader di setiap daerah. Bisa dibayangkan jika setiap daerah bisa konsisten dengan jumlah kader yang fantastis itu, niscaya perkataan Denny J A bahwa warga Muhammadiyah yang setiap tahunnya merosot terus, lama-lama akan terpatahkakn sendiri. Menurut Denny JA, warga di Muhammadiyah sebanyak 9.4 % dari total populasi penduduk Indonesia. (Suara Muhammadiyah, 7/9/23). Dalam tulisan ini tidak hendak menerima atau menolak, lagipula membaca hasil survei tidak ada hukum salah-benar. Tapi pembaca boleh setuju-boleh juga tidak. Tentu keduanya mesti dilandasi dengan argumen yang kuat dan ber-nash.
Sebagai organisasi kader, memang sudah semetinya menjadi pencetak kader tidak hanya secara kuantitas tetapi juga memiliki kualitas. Memang dari jumlah yang cukup besar tadi, tidak semuanya menjadi bahan bakar jet, avtur, pertamax. Ada yang akan menjadi pertalite, minyak, solar, bahkan aspal sekalipun sebagaimana turunan minyak bumi. Pun demikian halnya dengan kader IMM yang nantinya tidak semua menjadi menteri, dosen, guru, dan lain-lain.
Jika diistilahkan mungkin akan seperti orang yang napeni gabah yang mana gabah atau padi yang bersih dan murni akan terpisah dari serbuk Jerami dan juga kerikil yang ikut di dalam nampan tersebut. Oleh karena itu, dengan jumlah yang cukup banyak tadi, pamongnya juga harus cukup. Karena mereka juga membutuhkan banyak hal untuk melanjutkan kehidupan sekaligus menjadi kader Muhammadiyah. Seiring dengan proses seleksi alam, kader yang tidak aktif atau tidak pernah berproses maka tidak akan mendapatkan hasil yang maskimal.
Barangkali apa yang disampaikan oleh Bambang Pacul mengenai galah atau lompatan itu sangat perlu. Apalagi sebagai alumni juga sangat diperlukan agar bisa lebih jauh melenting. Jika bisa dikatakan begitu maka IMM juga merupakan Galah untuk melenting kepada level berikutnya. Karena sudah berada di rumah besar Muhamamdiyah, maka seorang kader tidak boleh semuanya pergi untuk berperang, sekalipun di luar rumah mungkin ada bongkahan ghonimah yang banyak. Sebagian juga harus berisap siaga dalam menjaga rumah besar Muhammadiyah.
Mengapa rumah besar Muhammadiyah penting untuk dijaga?
Tentu jawabannya sederhana, agar rumah tersebut senantiasa terjaga dari hal-hal yang dianggap tidak baik. Rumah besar Muhammadiyah yang di dalamnya ada berbagai macam Amal Usaha Muhamamdiyah (AUM) maupun Badan Usaha Milik Muhammadiyah (BUMM) mulai dari Ekonomi, Pendidikan, Kesehatan, dan lain sebagainya sangat perlu dijaga oleh kader agar nafas Muhammadiyah akan terus ada di dalamnya.
Selain itu para pendiri AUM atau BUMM dengan tujuan untuk para kader Muhammadiyah, yang salah satunya adalah IMM. Apalagi kader merupakan pelopor, pelangsung, dan penyempurnah amal usaha Muhammadiyah. Menjadi salah besar jika paradigma yang selama ini digaungkan oleh segelintir oknum yang kerap kali mengaku Muhammadiyah tetapi yang ada dipikirannya AUM digunakan sebagai bancakan untuk memperkaya diri sendiri.
Misalnya Si Kampret menguasai AUM Pendidikan, kemudian AUM Pendidikan ini menitip saham di AUM tertentu hingga dia memiliki legitimasi untuk ikut menentukan arah AUM tersebut. Akhirnya, dia menjadi penguasa di berbagai tempat. Celakanya Gerakan tersebut melibatkan tokoh agama dan mendapatkan legitimasi dari agamawan tersebut. Jika Tindakan salah sudah mendapat pengakuan dari agamawan,jika sudah seperti ini tidak ada bedanya dengan fungsi agamawan dan gereja di Kristen Barat pada zaman dark age.
Oleh karena itu, memberikan kesempatan kepada para kader alumni IMM untuk ikut membesarkan AUM atau BUMM merupakan suatu keniscayaan. Adalah naif jika belum diberikan kesempatan lantas dikatakan tidak ada kader yang profesional, tidak ada kader yang mampu atau bisa ini-itu, padahal belum dikasih kepercayaan, kesempatan, atau pendampingan. Parahnya lagi mereka bilang, “kita cari yang pro”. Semestinya setelah diberi kesempatan dan pendampingan baru dinilai. Saya selelu mengingat-ingat pesan dari salah satu tetua IMM di zaman ini yang mengatakan, jika ada kader yang ketika di tes mendapatkan nilai 80, sementara yang dari pihak luar nilainya 90, kita harus tetap memilih yang 80, karena komitmen kita terhadap pengkaderan. Dengan catatan adik-adik kader ini harus dikawal betul oleh senior yang ada di dalamnya.
Memang peran senior pasca lulus dari kampus sangatlah penting, sehingga para kader yang akan ikut menjaga rumah besar Muhammadiyah bisa dengan tenang dan focus akan masa depannya di rumah besar Muhammadiyah. Para alumni ini paling tidak bisa membuka akses yang ada di internal Muhammadiyah dan juga ikut mengawal dan mendampingi kader-kader ini. Semangat yang dibangun adalah semangat untuk saling membesarkan dan menguatkan antar sesama kader. Sehingga tidak ada yang merasa sendirian dalam menjaga rumah. Penting untuk dicatat bahwa setidaknya itulah beberapa alasan mengapa rumah besar ini harus senatiasa terjaga dan terawat agar dikemudian hari rumah tersebut tidak ditempati oleh pihak luar, sementara mereka penghuni rumah juga bukan apalagi kader. Jika tidak ada yang menjaganya, dikhawatirkan plakat rumah besar Muhammadiyah akan hilang beserta rumahnya.
Menjaga Negara
Jika menjaga rumah merupakan hal penting untuk dilakukan oleh setiap kader, maka menjaga negeri juga tak kalah pentingnya. Meski sama-sama memiliki makna yang kurang lebih sama, tetapi menjaga negara juga merupakan bagian yang penting untuk terus digaungkan. Menjaga negeri di sini merupkan konteks mendiasporakan para kader Muhammadiyah untuk menjadi bagian penting dari pada para penyelenggara negara.
Pidato pembukaan Tanwir Muhammadiyah di Kupang, Presiden Republik Indoesia, Prabowo Subianto menyebut,
“Pada waktu itu banyak orang non Muhammadiyah yang mengeluh, kok Pak Harto milih orang Muhammadiyah banyak sekali. Saya jangan dituduh memilih Muhammadiyah banyak sekali, tidak. Mungkin karena keberhasilan Muhammadiyah mendidik, membesarkan kader-kadernya, sehingga Muhammadiyah ada di mana-mana,” terangnya.
Terpilihnya kader Muhammadiyah untuk menempati pos-pos penting ini bukan berangkat dari nepotisme, tetapi memang mereka yang terpilih ialah kader terbaik yang mampu mengabdi pada pertiwi. Prabowo kemudian melanjutkan,
“Pada saat saya undang partai untuk koalisi, saya minta calon-calon terbaik mereka. Mereka pun mengajukan nama-nama dan saya tidak tanya ini Muhammadiyah atau bukan. Ternyata setelah dilantik, ada yang bisik-bisik, itu Muhammadiyah pak,” celotehnya yang disambut tepuk tangan meriah dari para hadirin yang datang. (Suara Muhmmadiyah, 4/12/24)
Tak sampai di situ saja, Prabowo pun menegaskan bahwa kader Muhammadiyah ada di mana-mana.
“Saya juga baru tahu, Budiman Sujatmiko ini alumni SMA Muhammadiyah Yogyakarta. Memang Muhammadiyah ada di mana-mana. Ada yang di kiri, ada yang di kanan, ada yang di tengah,”ungkap Prabowo
Kader harus Mampu Berdiaspora
Apa yang disampaikan oleh presiden Prabowo merupakan suatu hal yang riil terjadi, dan ini merupakan proses yang Panjang yang telah dilalui oleh masing-masing kader Muhamamdiyah dalam menempa diri di organisasi. Setelah matang di organisasi lalu mereka akan berdiaspora ke berbagai tempat, ada yang jadi intelektual, ada yang jadi birokrat, ada yang jadi politisi, dan masih banyak lagi.
Diaspora ini menjadi bagian tak terpisahkan dari proses perkaderan yang harus dilalui setiap kader Muhammadiyah. Proses tersebut memang panjang dan melelahkan, tapi jika sudah sampai titik kulminasi semua akan merasakan manfaatnya. Dalam taraf organisasi, setiap kader akan manjadi kader Muhammadiyah, lalu setelah berproses untuk ikut berpartisipasi membina umat, kemudian menjadi kader bangsa. sebagaimana para tokoh Muhammadiyah yang saat ini mengemban amanah, termasuk di dalamnya algumni alumni IMM.
Hal ini selaras dengan Ketum PP Muhammadiyah, KH. Haedar Nashir berpesan kepada kader Muhammadiyah supaya berdiaspora, masuk ke dalam sistem yang ada di pemerintahan. Ia juga menegaskan bahwa, kader Muhammadiyah jangan anti sistem. Dahulu, kader Muhammadiyah dengan kompetensi dan profesionalitasnya banyak mengisi jabatan-jabatan strategis di luar Muhammadiyah.
“Sekarang kader-kader kita juga harus berdiaspora ke situ, harus ada yang di eksekutif, legistlatif, kemudian juga di yudikatif, lembaga-lembaga lain. Dan jangan anti sistem,” ungkap Haedar (Muhammadiyah.or.id. 4/3)
Haedar menekankan bahwa kader Muhammadiyah jangan takut untuk memeperbaharui dari dalam pemerintahan. Menurutnya, Indonesia juga milik semua, termasuk milik para kader Muhammadiyah. Sehingga harus merasa memiliki dan ikut memperbaiki Indonesia.
Diaspora kader dalam konteks menjaga negara merupakan sebuah keharusan yang harus dilakukan oleh seorang kader yang memiliki potensi di bidang tersebut, oleh karena itu setiap tahun dengan jumlah kader sedemikian banyak, maka harus dipetakan agar potensi mereka bisa terserap pada berbagai aspek. Meskipun kita yang berasal dari daerah cukup sulit untuk menjangkau itu, tetapi jika ada kesempatan pasti bisa
Konteks menjaga rumah Muhammadiyah dan menjaga negara ini sama pentingnya. Kita juga tidak boleh mengsampingkan atau mengalahkan salah satunya dengan mengorbankan yang lain.tetapi keduanya diharapkan bisa berjalan beriringan.
Merawat dan menjaga berarti senantiasa untuk menghidupkan suasana agar tidak terkesan sepi apalagi menyeramkan. Merawat dan menjaga juga berarti terus konsisten untuk menghidupkan nyala api tri kompetensi dasar. Selian menjaga rumah, tak kalah pentingnya untuk menjaga Imawati, sebagai mana lagunya IMMawan dapat dan IMMawati. Karena menjaga Immawati agar tidak keluar dari tidak keluar mencari jodoh di luar Muhammadiyah sama pentingnya dengan menjaga Muhammadiyah.
Kita yang sudah ikut berjuang di Muhammadiyah saat ini bisa sedikit bangga karena selain menjadi kader Muhammadiyah, kita juga merupakan alumni yang memiliki tanggung jawab moral untuk ikut berpartisipasi dalam membimbing adik-adik kader yang saat ini masih berproses di IMM. Melalui forum komunikasi alumni IMM (Fokal IMM) kita juga terus bisa memantau pergerakan mereka. Cukuplah kita membuat pusaran yang besar, maka kedepan mereka dengan sendirinya mengikuti pusaran kebaikan tersebut.
Merawat IMM: menjaga rumah,.menjaga negara juga bisa dimaknai merawat Indonesia, karena keduanya merupakan hal yang penting yang saat ini perlu dikerjakan bersama. Selamat milad IMM ke-61 semoga di usia yang matang ini mampu menjadi IMM yang jaya sebagaimana semboyan IMM, jaya, jaya, jaya. Tapi lebih dari itu di momen bahagia ini marilah kita pinjam semboyan dari berbagai klub bola yang , Glory-glory Man United, Visca Barca, Halla Madrid, Mia San Mia Bayern Munchen, dan You never walk alone Liverpool. Tentu saja kata yang di belakangnya diganti dengan IMM
Billahi fii sabilil Haq Fastabiqul Khoirot.