Halalbihalal PDM Ponorogo: Konsep Memaafkan
Liputan Dita Fitria Wati, TMC Muhammadiyah Ponorogo
Halalbihalal yang Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Ponorogo berlangsung di Ekspotorium Universitas Muhammadiyah Ponorogo (Umpo), Kamis (9/5/24).
Halalbihalal PDM Ponorogo menghadirkan Dr H M Nurul Humaidi MAg, Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur sebagai penceramah. Hadir pula Bupati Ponorogo H Sugiri Sancoko SE MM.
Kang Giri sapaan akrabnya menyampaikn rasa syukurnya karena masih diberi kekuatan dan kesehatan untuk dapat berkumpul dan saling bermaaf-maafan.
“Karena hari ini masih dalam momen syawal, saya hanya ingin menyampaikan permohonan maaf apabila belum bisa memuaskan hati Muhammadiyah,” ujarnya.
Lebih lanjut Kang Giri meminta bantuan dan bimbingan kepada Muhammadiyah agar bisa menjadikan Ponorogo seperti yang diinginkan masyarakat.
“Muhammadiyah, aku cinta padamu, semoga ke depan semakin luar biasa,” imbuhnya.
Hal senada juga disampaikan Ketua PDM Ponorogo Drs H Muh Syafrudin MA dalam sambutannya. Menurutnya, sikap pemaaf adalah sikap yang harus dimiliki oleh semua orang, sebab dalam Al-Qur’an memaafkan bukan hanya diucapkan di lisan saja, tetapi harus disertai dengan lapang dada dan ikhlas.
“Dalam Islam kita dianjurkan untuk saling memaafkan yakni memaafkan kesalahan tanpa ada rasa benci dan ingin membalas,” ujarnya.
Memaafkan, lanjutnya, merupakan bagian dari akhlak mulia yang diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada umatnya dan Allah SWT memuliakan orang-orang yang bersedia memaafkan kesalahan orang lain, bahkan Allah SWT juga menyiapkan segudang pahala untuknya.
Hal tersebut diperkuat dengan Surat An-Nur ayat 22 yang artinya berbunyi:
“Janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan (rezeki) di antara kamu bersumpah (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kerabat(-nya), orang-orang miskin, dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah. Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dalam tafsir tahlili ayat tersebut menerangkan bahwa orang-orang yang percaya kepada Allah, janganlah mereka itu bersumpah untuk tidak mau memberikan bantuan kepada karib kerabatnya yang memerlukan bantuan karena berbuat salah, seperti Mistah anak dari saudara perempuan Ibunya Abu Bakar ra. ia seorang fakir miskin, berhijrah dari Mekah ke Medinah yang turut bersama Rasulullah saw, memperkuat pasukan kaum Muslimin di Perang Badar.
Oleh karena itu, sesudah turun wahyu yang menunjukkan atas kebersihan Aisyah dari hal yang dituduhkan kepadanya, dan setelah Allah mengampuni orang-orang yang semestinya diampuni serta diberi hukuman kepada orang-orang yang semestinya menerima yang demikian itu, maka Abu Bakar ra, kembali ramah dan berbuat baik serta memberi bantuan kepada kerabatnya Mistah. Mistah adalah sepupunya, anak dari saudara perempuan ibunya.
Orang-orang mukmin hendaklah memaafkan dan berlapang dada kepada segenap oknum yang terlibat atau dilibatkan di dalam peristiwa haditsul ifki. Pemaafan dan kembali membantu mereka itu merupakan sarana untuk memperoleh ampunan dari Allah.
“Adakah manusia yang tidak ingin bahwa dosa-dosanya diampuni Allah? Siapakah yang tidak berdosa dalam hidupnya? Bila mereka melakukannya, yaitu memaafkan dan membantu mereka yang kekurangan, maka Allah akan mengampuni dosa mereka dan menyayangi mereka sehingga akan masuk surga,” terangnya.